Beberapa hari ini, ada rasa enggan untuk menulis. Rangkaian kata-kata membeku diisi kepala. Pikiranku tampak begitu kacaunya. Semrawut, rumit dan kusut. Aku sendiri tidak tahu letak ujung dan pangkal permasalahnya. Sulit untuk dirunut. Sehingga aku tidak tahu dari mana harus menyelesaikan persoalan ini. Kebuntuan yang aku temukan. Semua jalan tertutup dan terhalang. Cahaya semakin remang-remang. Ada rasa letih dan lelah. Kekacauan pikiran ini semakin menjadi-jadi.
Jika harus gelap. Gelaplah! Wahai malam, datanglah! Duhai senja, pergilah. Saya bosan dengan semburat sinar remang. Cahaya yang menambah kegalauan. Aku ingin malam segera hadir. Merebahkan tubuh, mengistirahatkan jiwa dan raga. Dan keesokan paginya, aku bisa menatap hal-hal baru. Ingin mendapatkan cahaya yang lebih utuh dan sempurna.
Aku terkapar dalam kepasrahan. Lari pun aku tidak mampu. Berpaling pun aku tidak punya kuasa. Tidak ada daya. Upaya kemana lagi yang harus aku cari? Semburat sinar yang menjenuhkan. Dret..dret..dret.., handphoneku bergetar. Pertanda ada pesan whatsaap masuk.
"Sakit?Kenapa?"
"Soalnya semalam aku mimpi, kamu lagi sakit"
"Semangat,..semangat, nafas syukur..nafas ikhlas. Lepakan belenggu, positif thingking"
Pesan masuk bertubi-tubi dari sang mantan. Dan aku enggan untuk membalasnya. Kenapa sang mantan bisa mengerti keadaanku? Kenapa dia dengan tiba-tiba mengguruiku? Kenapa dia bisa tahu hal yang aku alami dan aku pikirkan? Ah sang mantan yang kini tinggal di Bangka, Belitung. Sang mantan yang pergi tanpa pesan. Meninggalkan nestapa dan rana hati. Ingat sang mantan, menambah semburat sinar remang yang semakin enggan tengggelam.