Entah mengapa, perjalanan asmara cintaku itu tidak ada yang abadi. Semua berakhir dengan tragis dan penuh tragedi. Berlinang air mata, bersimbah darah duka. Nestapa yang berlipat-lipat. Jeritan tangis hati menembus dan membelah birunya cakrawala. Seakan mau runtuh, awan putih berubah hitam seketika. Mendung menggelantung. Dan akhirnya langitu pun ikut menangis. Alam pun ikut merasakan kepedihanku.
Ah, itu rasa saat diputus cinta oleh sang kekasih. Pujaan hati yang sering aku sanjung. Wanita yang dulu aku anggap bidadari dunia. Wanita yang dulu aku tanamkan didalam dada. Wanita yang satu-satunya aku semayamkan dalam sanubari. Aku mencintainya sepenuh hati. Aku takut kehilangan, sehingga rasa kasih-sayang dan perhatian aku curahkan kepadanya.
Rasa cinta itu telah memudar dan hilang, obat sakit hati ternyata hanyalah waktu. Untuk apa memikirkan apa yang bukan menjadi miliknya. Untuk apa berharap, pada yang tidak mau diharap. Untuk apa mencintai, jika dia tidak mau dimiliki. Biarkan dia pergi. Rasa cemburupun telah layu dan mati.
Tapi ada yang unik, sang mantan suka pamer gebetan barunya. Dia suka lewat depan rumahku dengan pacar barunya. Naik motor yang joknya nungging kebelakang, entah apa merk motornya saya pun tidak begitu memperhatikannya. Aku sendiri tidak tahu apa niatnya, apakah biar saya cemburu ? Atau dia ingin memperkenakan pacar barunya kepadaku. Atau dia ingin pamer kemesraan ? Yang jelas, dihatiku biasa-biasa saja. Getaran cemburu tidak ada. Ya, begitulah repotnya jika punya mantan masih satu kampung.