Aku gemar menggambar sejak masih kecil. Melukis pemandangan alam atau melukis sketsa wajah manusia. Jika ada lomba, menggambar, aku sering mengikutinya. Entah itu tingkat kelurahan, kecamatan atau tingkat kabupaten. Walau belum pernah ada yang menang. Tapi paling tidak aku merasakan kesenangan, bisa berkumpul atau bertemu dengan orang-orang yang mempunyai hoby yang sama. Sebenarnya, pengertian tentang melukis dan menggambar itu beda. Tapi hal ini, anggap saja sama, biar lebih mudahnya.
Kali ini aku ingin bercerita yang ringan-ringan saja. Untuk sementara menjauh dari ranah politik. Atau ranah yang lagi ramai "Mana Linknya?", itu tu Vina Garut yang lagi viral. Kadang aku itu heran, medisa sosial yang sempat adem, kok tiba-tiba panas kembali. Kalau tidak hati-hati dalam menyingkapi, jadi ikut terbawa emosi juga.
Bicara soal cinta, tampaknya lebih mengasikan. Walau sebenarnya ada resikonya juga. Membuka ingatan, hati siap teriris kembali. Tapi bagaimana lagi, cinta tak mengenal basi. Selalu enak untuk dibicarakan. Tak perduli dengan rasa kecewa dan penyesalan hati.
Aku mengenal cinta terlalu dini, semenjak duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar. Entahlah, apakah itu tergolong cinta monyet? Tapi rasa cinta itu terus bertahan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Lah SMA-nya? Sudah tidak satu sekolah lagi. Itulah yang menyebabkan rasa rindu dan kangen luar biasa. Aku suka mencuri pandang, dan lewat depan rumahnya, jika rindu itu sudah tidak tertahankan.
Wanita itu sungguh cantik dan manisnya. Dengan rambut lurus sebahu. Bibir tipisnya, kalau tersenyum bah angin semilir dari surga. Mampu menggetarkan ruang hatiku. Suaranya lirih, empuk didengarkan. Ah, aku benar-benar mencintainya. Aku benar-benar mabuk dan terpesona olehnya.
Tapi sayang, aku sungguh pengecut. Tidak berani mengatakan rasa cinta padanya. Dari hari ke hari, dari bulan ke bulan. Bahkan dari tahun ketahun, cinta itu tetap aku pendam. Aku hanya bisa menuangkan lewat sketsa. Aku suka melukis wajahnya. Oh, cinta dalam sketsa, sebuah rasa yang tak terucapkan. Kenapa aku hanya diam? Karena aku yakin, cintaku ini akan bertepuk sebelah tangan. Aku belum siap kecewa. Biarkan derita ini aku bawa sampai mati.